Untuk Rid, yang dalam hatinya terukir Nur.


Sewaktu diri masih mentah dalam hal-hal melibatkan qalbi,
kau hadir bagai angin kencang,
melumpuhkan seluruh kewarasan akalku.

Lidah yang masih pelat membicarakan perihal nafsi.
kau usap kepalaku penuh kasih sayang.
lalu melatih diriku menyebut Ahad.

Tika tubuh kaku tidak bermaya dikelar pembinasa,
kau bisikkan di cupingku kalam Allah,
dan meniup lembut ubunku.

Kau tersenyum pasrah saat
kuputuskan jalinan cahaya dibina bertahun lamanya.
Katamu, jalan pulang itu;
likunya memang sunyi dan sendiri.


Rid, membaca sajak-sajak Parsi, t'lah membawa pena ini menulis tentangmu dalam sajak paling tidak sempurna.